Rabu, 12 Januari 2011

Kucing Anggora milik tetangga

Tiga bulan terakhir ini, setiap kali buka pintu di pagi hari, saya selalu harap-harap cemas. Cemas dapat bonus atau tidak di depan rumah.

Jangan bayangkan bonus ini seperti rejeki nomplok, karena saya sama sekali sangat tidak mengharapkan bonus ini ada :D

Alkisah seekor kucing tetangga keturunan Anggora. Bulunya tebal, gendut, berwarna abu-abu, dipanggil si Buluk. Mukanya mirip Garfield. Menggemaskan? Iya, kalau dia tidak suka pup di teras rumah orang.

Huuuaaahhh..., pupnya bukan di pasir atau tanah, tapi di lantai! Bayangkan kalau pagi-pagi buka pintu, pinginnya menghirup udara segar, yang tercium malah bau pup kucing. Sebel!

Belum lagi kalau harus membersihkannya. Lengket dan bau. Kami harus menaburkan pasir dulu di atas kotoran itu, baru kemudian dibuang.

Awalnya dikirain karena si empunya kucing lagi pergi haji, makanya kucingnya keliaran dan suka pup di mana-mana. Sabar..., mungkin setelah pulang haji, kucingnya ada yang ngurus.

Bersabarlah kami, saya dan tetangga, selama 40 hari selama beliaunya menunaikan ibadah haji. Sepulang dari haji, kami sudah senang dan berharap tidak ada lagi pup di pagi hari.

Ternyata, harapan tinggal harapan. Si Buluk tetap saja pup di rumah tetangga. Akhirnya kami berinisiatif untuk menyampaikan perihal ini ke empunya Buluk. Dan responnya cuma diam saja. Kebangetan!

Akhirnya muncul opsi dari para tetangga untuk dikarungin saja tuh, si Buluk. Tapi kok ya, larinya kenceeeng banget!

Sampai sekarang belum ada solusi yang pas gimana agar si Buluk tidak pup di lantai rumah orang. Bahkan sampai tadi pagi, pup si Buluk sudah bikin saya marah ke suami karena berangkat kerja tanpa membersihkan dulu lantai yang penuh dengan kotoran :p

Photo: bukan gambar si Buluk

Tidak ada komentar: